Friday, December 11, 2015

Pendataan dan Validasi Realisasi 8355 di Sekolah SDN Lenteng Agung 03 dalam Penerapan Mata Kuliah Character Building Bersama Teach for Indonesia



Kelas                     : LJ01
Dosen                   : D3323 – Nikodemus Thomas Martotedjo, S.S., M.M
Waktu                   : Selasa, 20 Oktober 2015
Pukul                     : 13.00 – 15.00
Lokasi                    : Jalan Lontar, RT 04/03, No. 38
                                  Lenteng Agung, Jakarta Utara
Tim yang hadir:
Ketua                    :  1701356775      - Stefani
Anggota                :  1701306455      - Arnold Sebastian
                                 1701311410       - Muhammad Rizki Affan
                                 1701326740       - Brenda
                                 1701353836       - Yvonne Michelle Chen
                                 1701362651       - Inas Joesi Burnia
PIC Sekolah        : Guruh Satria Darma

                                     
Murid-murid SDN Lenteng Agung 03


Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Yvonne Michelle Chen


Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Muhammad Rizky Affan

Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Stefani


Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Brenda


Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Inas Joesi Burnia


Murid-murid SDN Lenteng Agung bersama Arnold Sebastian






Pembahasan berdasarkan Teori Mata Kuliah CB: Professional Development

Menurut pendapat Much. Khoiri yang dituliskan dalam blognya mycreativeforum.blogspot.co.id professional development adalah upaya individual atau perusahaan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan, dalam upaya meningkatkan kinerja terbaik.
Dalam upaya peningkatan kinerja, ada satu aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu etika. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian dari etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan etika, yaitu:
1.       Teori utilitarianisme
Teori utilitarianisme adalah teori yang mengajarkan bahwa suatu perbuatan adalah benar jika bermanfaat atau memberikan kesenangan bagi banyak orang.
2.       Teori deontologi
Teori deontologi adalah teori yang mengajarkan bahwa suatu perbuatan adalah benar jika perbuatan tersebut wajib untuk dilakukan
3.       Teori etika berdasarkan hak
Teori ini berkaitan dengan teori deontologi. Suatu perbuatan adalah benar jika perbuatan tersebut dilakukan karena haknya dan wajib ia lakukan.
4.       Teori keutamaan
Menurut Bertens, teori ini memperhatikan sikap atau akhlak seseorang
Ada 4 keutamaan dalam teori ini, yaitu kejujuran, keadilan, kepercayaan dan keuletan.
Pada tahun 2012, pemerintah DKI Jakarta mencanangkan program wajib belajar 12 tahun. Tetapi program tersebut belum bisa berjalan dengan optimal karena golongan masyarakat tingkat ekonomi bawah tidak mampu menempuh program pendidikan karena keterbatasan biaya hidup. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta menjalankan suatu program baru, yaitu program Kartu Jakarta Pintar.
Kartu Jakarta Pintar (KJP) adalah program untuk memberikan akses bagi warga DKI Jakarta dari kalangan masyarakat tidak mampu untuk menempuh pendidikan minimal sampai dengan tamat SMA/SMK dengan dibiayai penuh dari dana APBD Provinsi DKI Jakarta.
Namun, dalam pelaksanaannya, Kartu Jakarta Pintar masih sering disalahgunakan. Beberapa bentuk penyalahgunaan KJP, yaitu: pemberian KJP kepada orang yang mampu, penggunaan KJP untuk membeli hal-hal selain keperluan sekolah seperti bensin, motor, ponsel hingga membeli emas.
Selain KJP ada program lainnya lagi, yaitu 8355. Berdasarkan simdik.info, 8355 adalah salah satu output simdik.info yang berisi tentang data peserta didik yang disahkan oleh kepala sekolah/madrasah dan diketahui pengawas manajemen. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk menyamakan data yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan dengan data yang ada di sekolah.
Dari kasus yang terjadi, dapat kita ketahui bahwa terdapat pelanggaran etika yang terjadi dimasyarakat. Untuk mengatasi penyalahgunaan ini maka Pemerintah DKI Jakarta bekerja sama dengan Teach for Indonesia melaksanakan program pendataan dan validasi realisasi KJP dan 8355 di berbagai sekolah yang ada di Jakarta.

Pelaksanaan Kegiatan

Sebelum memulai kegiatan, ada beberapa dokumen yang perlu kami persiapkan, yaitu instrumen pertanyaan untuk siswa, instrumen pertanyaan untuk pihak sekolah, form verifikasi 8355, form validasi pendidikan, form evaluasi kelompok dan surat jalan yang sudah resmi untuk meminta izin ke pihak sekolah.
Setelah mewawancari siswa dan pihak sekolah, kami menyamakan data 8355 yang kami dapat dari sekolah dengan data 8355 yang ada di Dinas Pendidikan. Setelah itu kami meminta tanda tangan dari pihak sekolah dilengkapi dengan cap sekolah serta meminta kesediaan pihak sekolah untuk mengisi form evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan ini.

Penutupan

Berikut adalah form evaluasi yang telah diberikan oleh pihak sekolah kepada kelompok kami.






Pendataan dan Validasi Realisasi Kartu Jakarta Pintar di Sekolah SDN Lenteng Agung 03 dalam Penerapan Mata Kuliah Character Building Bersama Teach for Indonesia



Kelas                     : LJ01
Dosen                   : D3323 – Nikodemus Thomas Martotedjo, S.S., M.M
Waktu                   : Selasa, 20 Oktober 2015
Pukul                     : 12.00 – 17.00
Lokasi                    : Jalan Lontar, RT 04/03, No. 38
                                  Lenteng Agung, Jakarta Utara
Tim yang hadir:
Ketua                    : 1701356775        - Stefani
Anggota               :  1701306455       - Arnold Sebastian
                                1701311410       - Muhammad Rizki Affan
                                1701326740       - Brenda
                                1701353836       - Yvonne Michelle Chen
                                1701362651       - Inas Joesi Burnia
PIC Sekolah        : Guruh Satria Darma

Murid-murid SDN Lenteng Agung 03


Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Yvonne Michelle Chen


Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Muhammad Rizky Affan

Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Stefani


Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Brenda


Murid-murid SDN Lenteng Agung 03 bersama Inas Joesi Burnia


Murid-murid SDN Lenteng Agung bersama Arnold Sebastian




Pembahasan berdasarkan Teori Mata Kuliah CB: Professional Development

Menurut pendapat Much. Khoiri yang dituliskan dalam blognya mycreativeforum.blogspot.co.id professional development adalah upaya individual atau perusahaan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan, dalam upaya meningkatkan kinerja terbaik.
Dalam upaya peningkatan kinerja, ada satu aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu etika. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian dari etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan etika, yaitu:
1.       Teori utilitarianisme
Teori utilitarianisme adalah teori yang mengajarkan bahwa suatu perbuatan adalah benar jika bermanfaat atau memberikan kesenangan bagi banyak orang.
2.       Teori deontologi
Teori deontologi adalah teori yang mengajarkan bahwa suatu perbuatan adalah benar jika perbuatan tersebut wajib untuk dilakukan
3.       Teori etika berdasarkan hak
Teori ini berkaitan dengan teori deontologi. Suatu perbuatan adalah benar jika perbuatan tersebut dilakukan karena haknya dan wajib ia lakukan.
4.       Teori keutamaan
Menurut Bertens, teori ini memperhatikan sikap atau akhlak seseorang
Ada 4 keutamaan dalam teori ini, yaitu kejujuran, keadilan, kepercayaan dan keuletan.
Pada tahun 2012, pemerintah DKI Jakarta mencanangkan program wajib belajar 12 tahun. Tetapi program tersebut belum bisa berjalan dengan optimal karena golongan masyarakat tingkat ekonomi bawah tidak mampu menempuh program pendidikan karena keterbatasan biaya hidup. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta menjalankan suatu program baru yaitu program Kartu Jakarta Pintar.
Kartu Jakarta Pintar (KJP) adalah program untuk memberikan akses bagi warga DKI Jakarta dari kalangan masyarakat tidak mampu untuk menempuh pendidikan minimal sampai dengan tamat SMA/SMK dengan dibiayai penuh dari dana APBD Provinsi DKI Jakarta.
Namun, dalam pelaksanaannya, Kartu Jakarta Pintar masih sering disalahgunakan. Beberapa bentuk penyalahgunaan KJP, yaitu: pemberian KJP kepada orang yang mampu, penggunaan KJP untuk membeli hal-hal selain keperluan sekolah seperti bensin, motor, ponsel hingga membeli emas. Dari kasus yang terjadi tersebut, dapat kita ketahui bahwa terdapat pelanggaran etika yang terjadi dimasyarakat. Untuk mengatasi penyalahgunaan ini maka Pemerintah DKI Jakarta bekerja sama dengan Teach for Indonesia melaksanakan program pendataan dan validasi realisasi KJP dan 8355 di berbagai sekolah yang ada di Jakarta.

Pelaksanaan Kegiatan

Sebelum memulai kegiatan, ada beberapa dokumen yang perlu kami persiapkan, yaitu instrumen pertanyaan untuk siswa, instrumen pertanyaan untuk pihak sekolah, form verifikasi 8355, form validasi pendidikan, form evaluasi kelompok dan surat jalan yang sudah resmi untuk meminta izin ke pihak sekolah. Kegiatan pendataan dan validasi realisasi KJP di sekolah SDN Lenteng Agung 03 dimulai pada hari Selasa, 20 Oktober 2015. Setelah selesai menjalankan tugas di SDN Kedaung Kaliangke 13 PG, pada pukul 12.00 kami berangkat menuju SDN Lenteng Agung 03. Kurang lebih pada pukul 13.00, kelompok tiba di sekolah dan mendatangi ruang kantor guru untuk meminta izin mewawancarai siswa/siswi yang mendapatkan KJP sambil memberikan surat jalan yang telah kami dapatkan dari kantor TFI. Setelah mendapat izin, kami juga meminta dan mengecek data siswa yang menerima KJP serta data siswa untuk verifikasi 8355 dari pihak sekolah. Setelah itu, kami mendatangi kelas dan mewawancarai siswa/siswi dengan ditemani oleh guru wali kelas pada kelas yang bersangkutan. Total siswa/siswi yang kami wawancarai adalah 40 orang. Masing-masing anggota mewawancarai sekitar 6 -7 siswa/siswi. Setelah selesai melakukan wawancara dengan siswa/siswi kami juga melakukan wawancara kepada pihak sekolah bagian Tata Usaha , yaitu bapak Guruh Satria Darma untuk mengisi form instrumen sekolah serta form validasi pendidikan.

Penutupan

Berikut adalah form evaluasi yang telah diberikan oleh pihak sekolah kepada kelompok kami.










Friday, December 4, 2015

DISKRIMINASI PEKERJAAN DALAM BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI


 
  




Disusun oleh:
Arnold Sebastian                 1701306455
Brenda                                 1701326740
Inas Joesi Burnia                 1701362651
Muhammad Rizki Affan     1701311410
Stefani                                 1701356775
Yvonne Michelle Chen       1701353836




UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JAKARTA
2015
1.    PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada hakekatnya, manusia dilahirkan di dunia ini dengan kesamaan hak, yaitu hak untuk hidup. Tuhan YME memberikan keadilan kepada semua makhluk-Nya dengan  memberikan mata untuk melihat, hidung untuk bernafas, telinga untuk mendengar dan mulut untuk berbicara. Ini diberikan oleh Tuhan YME semata-mata agar manusia dapat memiliki kesamaan hak diantara mereka sehingga tidak ada yang merasa terzalimi atau riya. Dalam perjalanannya, keadilan menjadi barang langka untuk ditemui, terutamaa dalam dunia pekerjaan.
Fenomena diskrimininasi dalam dunia kerja sudah menjadi hal yang biasa dialami oleh pekerja maupun calon pekerja yang akan mendaftar pekerjaan. Macam-macam diskriminasi dalam dunia kerja antara lain: diskriminasi gender, agama, suku, ras dan berdasarkan atribut sosial lainnya seperti hubungan dalam keluarga. Hal seperti ini sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita, bahkan dari orang terdekat kitapun mungkin pernah mengalaminya. Diskriminasi sangatlah bertentangan dengan moral kehidupan berkemanusiaan, yaitu keadilan. Penilaian terhadap seseorang menjadi lebih subyektif terhadap aspek-aspek yang tidak berkaitan dengan kompetensi dari seseorang melainkan dari aspek-aspek di luar itu.
Pemikiran-pemikiran yang akan disampaikan berkaitan dengan topik ini akan membawa kita pada pertimbangan bahwa praktek-praktek diskriminasi dalam dunia kerja bertentangan dengan berbagai ajaran etika, baik etika utilitarian, etika yang didasarkan pada pertimbangan baik dan deontologi. Etika utilitarian menganjurkan perilaku suatu bisnis dan kerja yang baik bila bisnis atau kerja itu dapat menguntungkan semakin banyak orang. Untuk mencapai tujuan etis tersebut, maka instrumen yang dipakai harus berdasarkan prinsip-prinsip yang relevan dengan tujuannya. Jika melakukan praktek diskriminasi, prinsip-prinsip relevan tersebut bisa saja diabaikan. Resikonya adalah bisnis dapat mempekerjakan seseorang yang tidak relevan dengan tujuan itu sendiri.
Ada juga dari etika yang didasarkan pada pertimbangan baik atau etis. Pertimbangan etika ini juga dapet ditelusuri dalam refleksi mengenai keadilan. Prinsip utama dalam sebuah keadilan adalah semua orang mendapatkan perlakuan yang fair. Maksudnya fair apa yang didapat dari seseorang sesuai dengan porsi yang harus mereka terima.
Selain etika utilitarian dan etika yang didasarkan pada pertimbangan baik atau etis, diskriminasi juga berlawanan dengan etika deontologi. Etika deontologi menganjurkan praktek bisnis dan kerja sesuai dengan norma yang mewajibkan setiap orang untuk melakukannya. Dalam era masyarakat madani, tidak ada norma yang membenarkan perlakuan diskriminasi. Semua orang setuju perlakuan diskriminasi dalam dunia kerja tidak sesuai dengan norma-norma dalam dunia kerja. Pertimbangan-pertimbangan baik atau etis ini adalah karena praktek diskriminasi bertentangan dengan harkat dan martabat manusia semata-mata sebagai manusia dan bukan berdasarkan berbagai kategori-kategori yang bersifat sekunder.

1.2. Tujuan Permasalahan

Berdasarkan dari latar belakang permasalahan di atas, ada beberapa tujuan permasalahan yang menjadi pertanyaan dari kami:
1)        Apakah arti sesungguhnya dari diskriminasi di dalam sebuah pekerjaan?
2)        Apakah seorang individu sedang terlibat atau merupakan korban dari Job Discrimination?
3)        Bagaimana cara seseorang untuk mengatasi Job Discrimination baik bagi pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak?

           



2.      PEMBAHASAN
Diskriminasi hampir sama dengan prasangka, bahkan kadang-kadang kedua istilah tersebut digunakan secara bergantian. Perbedaan keduanya adalah bahwa kalau prasangka itu adalah sikap (attitude) 11 sedangkan diskriminasi adalah tindakan (action). Watson (1984) menyatakan bahwa diskriminasi adalah perlakuan negatif terhadap kelompok tertentu. Sedangkan Brigham (1991) menyatakan bahwa diskriminasi adalah perlakuan secara berbeda karena keanggotaannya dalam suatu kelompok etnic tertentu. Kelompok etnic tersebut diantaranya adalah suku, bahasa, adat istiadat, agama, kebangsaan dan lainnya.
Swim (dalam Baron & Byrne, 1997) menyatakan bahwa diskriminasi adalah tindakan negatif terhadap orang yang menjadi objek prasangka seperti rasial, etnik dan agama. Dapat dikatakan diskriminasi adalah prejudice in actions. Menganggap orang negro itu bodoh adalah prasangka sedangkan melarang mereka bekerja atau bersekolah pada lembaga tertentu karena mereka berkulit hitam adalah diskriminasi. Menganggap wanita sebagai kaum lemah adalah prasangka sedangkan menghalangi mereka untuk menjadi pemimpin adalah diskriminasi.
Pada dasarnya, diskriminasi berarti pelayanan tidak adil terhadap individu tertentu. Pelayanan tidak adil tersebut misalnya berupa mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional tanpa memedulikan prestasi yang dimilikinya biasanya karena melihat suatu aspek kasat mata (ras, jenis kelamin, agama dan lain-lain) tertentu memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan kelompok orang dengan karakteristik yang lain.
Diskriminasi tidak terjadi begitu saja. Menurut Yahya (2006:248 - 249), sebab-sebab diskriminasi, yaitu:
1)      Mekanisme pertahanan psikologi (projection)
Seseorang memindahkan kepada orang lain ciri-ciri yang tidak disukai tentang dirinya kepada orang lain.
2)      Kekecewaan
Setengah orang yang kecewa akan meletakkan kekecewaan mereka kepada ‘kambing hitam’.
3)      Mengalami rasa tidak selamat dan rendah diri
Mereka yang merasa terancam dan rendah diri untuk menenangkan diri maka mereka mencoba dengan merendahkan orang atau kumpulan lain.
4)      Sejarah
Ditimbulkan karena adanya sejarah pada masa lalu.
5)      Persaingan dan eksploitasi
Masyarakat kini lebih materialistik dan hidup dalam persaingan. Individu atau kumpulan bersaing diantara mereka untuk mendapatkan kekayaan, kemewahan dan kekuasaan.
6)      Corak sosialisasi
Diskriminasi juga adalah fenomena yang dipelajari dan diturunkan dari satu generasi kepada generasi yang lain melalui proses sosialisasi. Seterusnya terbentuk suatu pandangan stereotype tentang peranan sebuah bangsa dengan yang lain dalam masyarakat, yaitu berkenaan dengan kelakuan, cara kehidupan dan sebagainya. Melalui pandangan stereotype ini, kanak-kanak belajar menghakimi seseorang atau sesuatu ide.
Dalam dunia kerja terdapat beberapa praktek diskriminasi, yaitu:
a.    Praktek Rekrutmen
            Praktek rekrutment akan bersifat diskriminatif kalau rekrutment dilakukan hanya berdasarkan informasi dari mulut ke mulut. Karena pekerjaan yang memperoleh informasi tersebut akan cenderung merekrut orang-orang yang berasal dari golongan atau kelompoknya saja baik dari segi jenis kelamin, agama, ras, etnis, dan kategori sosial lainnya. Praktek seperti ini secara tidak langsung akan menimbulkan diskriminasi sosial.
b.                   Screening Practices
            Proses ini berkaitan dengan kualifikasi pekerjaan. Sebuah kualifikasi pekerjaan akan disebut diskriminatif bila kualifikasi-kualifikasi yang dibuat tidak relevan dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
c.                   Promotion Practices
            Promosi, kemajuan kerja, dan praktek perpindahan bersifat diskriminatif bila para pemimpin mengabaikan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat profesional dan menggantinya dengan pertimbangan yang tidak relevan dangan syarat kerja.
d.                   Condition of Employment
            Kondisi pekerjaan berkaitan dengan sistem upah atau gaji yang bersifat diskriminatif. Sebuah upah atau gaji dapat disebut diskriminatif bila diberikan dengan cara atau jumlah yang berbeda kepada orang yang berbeda dengan kondisi dan beban kerja yang sama. Idealnya setiap kondisi dan beban kerja yang sama harus diberikan upah dengan standar yang sama.
e.                   Discharge
            Pemberhentian karyawan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan primordial merupakan sebuah tindakan yang bersifat diskriminatif. Pemecatan seharusnya diberlakukan kepada setiap orang yang tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai karyawan sesuai dengan kontrak kerjanya.
Ada beberapa teori diskriminasi dalam dunia kerja, yaitu:
a.      Utilitarianisme
      Kalau penerimaan dan penempatan karyawan tidak didasarkan pada kompetensi yang mereka miliki (The Right Man on The Right Place), terutama pada era pasar bebas, dimana persaingan sangat ketat, maka hal itu akan merugikan perusahaan sendiri. Artinya kalau perusahaan lebih mengutamakan faktor-faktor lain, selain kualitas karyawan, maka dia bisa ketinggalan dalam kompetisi global. Kalau diskrimasi dalam perusahaan dibiarkan terus, dampaknya akan semakin besar, sehingga menciptakan suatu situasi yang tidak sehat, yang akhirnya akan merugikan masyarakat. Kalau rasisme, sektarianisme, atau sukuisme, dan banyak isme lain lagi dipraktekkan, maka situasi akan menjadi semakin tidak baik dan menimbulkan kekacauan masyarakat.

b.      Deontologi
     Diskriminasi menghina martabat dari orang yang didiskriminasi. Dalam pemahaman manusia sebagai persona, manusia adalah sesuatu yang bernilai dalam dirinya sendiri, yang harus diakui dan dihormati. Mendiskriminasi seorang karyawan karena alasan yang tidak relevan dengan pekerjaan (umpamanya karena warna kulit, jenis kelamin, agama, dan lain sebagainya), hal itu telah menyamakan orang itu dengan satu ciri saja, dan tidak menghormatinya sebagai manusia. Padahal banyak hal dalam diri kita bukanlah pilihan kita, dan dengan demikian tidak tergantung dari kebebasan kita dan walaupun ciri lain seperti agama, keyakinan politik adalah pilihan bebas seseorang, namun menjadikan hal tersebut sebagai dasar tindakan diskriminasi, merupakan pelecehan terhadap martabat atau hak asasi seseorang.

c.       Keadilan
Jhon Rawls memahami keadilan sebagai fairness. Menurut Adam Swift1 yang dimaksudkan dengan fairness oleh Rawls adalah “The original position and the veil of ignorance”. Berkaitan dengan kedua aspek keadilan tersebut Rawls2  mengemukakan bahwa dalam kondisi asali dan ketidakberpengetahuan tidak seorangpun tahu tempat, posisi atau status sosialnya dalam masyarakat, tidak ada pula yang tahu kekayaannya, kecerdasannya, kekuatannya, tidak seorangpun diuntungkan atau dirugikan. Setiap orang dalam kondisi seperti itu memiliki peluang yang sama. Dengan adanya situasi asali ini, relasi semua orang bersifat simetris dan oleh karena itu situasi awal ini adalah fair antara individu sebagai person moral, yakni sebagai makhluk rasional dengan tujuan dan kemampuan mereka mengenali rasa keadilan. Posisi asal ini dapat dikatakan merupakan status quo awal yang pas, sehingga persetujuan fundamental yang dicapai di dalamnya adalah fair.





1 Swift, Adam (2001), Political Philosophy, A Beginner’s Guide for Students and Politiciants, Cambridge: Polity Press, p.21
2 Rawls, Jhon (2006), Teori Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara (edisi terjemahan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, p.13
Untuk memahami penjelasan Rawls, Swift mengilustrasikan bahwa “jika saya tidak mengetahui potongan mana dari kue yang akan saya dapat, maka saya lebih suka untuk memotongnya secara fair”. Atau sebaliknya kita dapat merumuskan bahwa saya sudah mengetahui potongan mana dari kue itu yang akan saya dapat, maka saya akan memotongnya dengan cara yang menguntungkan saya. Pengetahuan mengenai apa yang akan menguntungkan saya dalam hal ini membuat pilihan saya menjadi bias dan didasarkan pada kepentingan dan itu berarti pilihan saya menjadi tidak fair bagi orang lain.
Swift selanjutnya menjelaskan bahwa ada dua hal yang tidak diketahui oleh setiap orang yang terlibat dalam sebuah kontrak atau persetujuan. Kedua hal itu adalah: pertama, mereka tidak mengetahui talenta mereka, bakat-bakat alamiah mereka, dan posisi sosial mereka. Mereka tidak mengetahui cerdas atau bodoh, atau lahir dalam keluarga yang kaya atau miskin. Kedua, mereka tidak mengetahui konsepsi mereka mengenai apa yang baik. Mereka tidak mengetahui apakah mereka percaya pada apa yang membuat hidup bernilai atau apa yang berguna.
Diskriminasi bertentangan dengan keadilan. Keadilan menuntut bahwa semua orang harus diperlakukan dengan cara yang sama, kalau tidak ada alasan untuk memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Misalnya dalam seleksi karyawan atau promosi jabatan, semua calon harus diberikan peluang yang sama secara fair. Mereka akan diseleksi berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan secara terbuka. Artinya diterima atau ditolak harus berdasarkan alasan-alasan yang relevan dan masuk akal. Bukan karena alasan lain di luar kriteria yang sudah ditentukan.
d.      Favoritisme
Favoritisme adalah kecenderungan mengistimewakan orang tertentu. Favoritisme merupakan bentuk diskriminasi yang didasarkan pada preferensi. Misalnya perusahaan mau mengutamakan karyawan yang berhubungan famili, yang satu daerah, memeluk agama yang sama, dan sebagainya. Walaupun tidak dapat disamakan dengan diskriminasi, favoritisme dapat dengan mudah berkembang ke arah diskriminasi juga.

3.     KASUS AKTUAL
"Age Discrimination: A Problem in IT Hiring?
By Allan Hoffman

Not long ago, a programmer showed up for the Monster.com technology jobs chat worried about his career. A recruiter had told him he was too old to change jobs. His age? Just 53. His story is becoming familiar, considering what others say about the challenge of finding a new technology job in their 50s or 60s.
Is age discrimination a problem in information technology jobs? Technology workers certainly think it is. The evidence, though mainly anecdotal, points toward an industry keen on hiring up-and-coming professionals, especially among start-ups and other high-flying tech companies.
"Discrimination in hiring is the most difficult type of age discrimination to prove," says Laurie McCann, senior attorney for AARP Foundation Litigation, the arm of the organization for older Americans that represents people in litigation. "There's not a lot of hard evidence," she notes. "They send out resume after resume, but they're not getting hired. They know in their hearts it's their age."


4.      ANALISA DAN SOLUSI
4.1.Analisa
Pada kasus di atas, terdapat seorang programmer yang mengeluhkan karirnya yang akan sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan di bidang teknologi informasi dikarenakan pengaruh umurnya yang telah mencapai kepala lima. Tidak sedikit orang-orang beranggapan diskriminasi umur di bidang teknologi informasi kerap menjadi penghalang terbesar bagi orang-orang yang berumur diatas 40 tahun untuk mencari nafkah atau bahkan hanya untuk menyalurkan passion mereka di bidang tersebut. Kecemasan ini di dukung dengan adanya bukti, meskipun bersifat anekdot, bahwa industri kini lebih memilih untuk mempekerjakan up-and-coming professional tertuma dikalangan industri start-ups dan perusahaan teknologi yang sedang naik daun.
Terdapat beberapa masalah terkait diskriminasi umur di kasus diatas. Meskipun sudah adanya undang-undang perlindungan tenaga kerja dan lembaga yang menangani permasalahan diskriminasi tenaga kerja, masih saja ada celah bagi pelaku usaha dalam memilah bakal calon karyawannya. Hal ini dibuktikan dari tidak adanya alasan mengapa seorang pelamar tidak diterima. Meskipun tidak secara verbal dikatakan oleh perekrut, tapi jauh di atas semua itu seseorang tetaplah seseorang yang memiliki perasaan akan penyebab tidak diterimanya mereka di suatu perusahaan tersebut. Melihat dari latar belakang pelamar yang berumur 40 tahun keatas, bukan tidak mungkin bahwa pribadi tersebut penuh akan pengalaman dan keahlian yang mampu bertanding dengan para anak muda. Dari hipotesa tersebut, tidak jarang para pelamar umur 40 tahun keatas berpikir bahwa salah satu alasan kuat tidak diterimanya mereka adalah factor umur yang sudah tidak lagi ‘produktif’.
Dari permasalahan diatas, terdapat beberapa penyebab akan terjadinya diskriminasi umur di dunia kerja.
Faktor dari sisi pelamar:
1.        Para pelamar diatas 40 tahun kerap sekali sudah kehilangan kepercayaan diri dengan mengatakan umur diatas 40 tahun tidak lagi marketable dan produktif.
2.        Dari beberapa uji ulang curriculum vitae para pelamar diatas 40 tahun, terdapat beberapa orang yang terlalu banyak menyebutkan keahlian mereka yang tidak dicari oleh si perekrut dan tidak memperbaharui skills mereka dewasa ini.
Faktor dari sisi perekrut:
1.                   Stereotype para pelamar di atas 40 tahun yang tidak memiliki keahlian terbaru dalam suatu bidang, memiliki gaya hidup yang kurang fleksibel dikarenakan kendala keluarga, dan memiliki ekspektasi tinggi terhadap gaji serta keuntungan-keuntungan yang akan didapatkan dari perusahaan.
Dari analisa kasus diatas, terdapat adanya celah solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Dan dengan adanya kesadaran secara pribadi baik dari sisi perekrut ataupun pelamar, akan adanya kecil kemungkinan terjadinya diskriminasi didunia kerja salah satunya diskriminasi umur.

4.2.Solusi
1.      Meminta Perlindungan secara hukum
Fakta-fakta perlindungan tenaga kerja:
The Age Discrimination in Employment Act (ADEA) is the federal law governing age discrimination in America. It was enacted in 1967 to promote the employment of older workers based on ability rather than age, prevent discrimination, and help solve the problems that arise with an aging workforce. Many states also have laws prohibiting age discrimination and may have more restrictions than the ADEA.
The Age Discrimination in Employment Act prohibits an employer from refusing to hire, firing, or otherwise discriminating against an employee age 40 or older, solely on the basis of age. Thus, an employer can’t deny an employee pay or fringe benefits when the only justification is age. Nor may an employer classify employees into groups on the basis of age in a way that unfairly deprives workers of employment opportunities. For example, an employer may not relegate all older workers to a particular level of employment within a company and then decline to promote them.
Begitupun untuk hukum diIndonesia yang melindungi para pekerja dari diskriminasi pekerjaan ataupun perusahaan. Terdapat undang-undang perlindungan terhadap tenaga kerja yang salah satu ayatnya berbunyi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.      bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.      bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting seba­gai pelaku dan tujuan pembangunan;
c.       bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
d.      Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesem­patan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
e.      bahwa beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali;
f.        bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e perlu membentuk Undang-undang tentang Ketenagakerjaan.

Dengan adanya hukum yang sudah tercipta baik di Indonesia dan dunia, telah menunjukkan dukungan akan penolakkan diskriminasi terhadap pekerjaan. Dan yang menjadi hal mendasar dari setiap perlindungan adalah hukum dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk setiap warga negaranya. Untuk setiap warga negara yang merasakan adanya diskriminasi dalam dunia kerja dalam konteks apapun berhak melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib seperti kepolisian dan KOMNAS HAM. Tentunya, dengan alasan dan fakta yang jelas dan telah terbukti. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya melakukan uji hipotesis terhadap kasus yang di alami oleh si pelamar sendiri.
2.      Memanfaatkan kemajuan teknologi
Di jaman yang serba modern dan terintegrasi dengan teknologi ini, sudah saatnya para individu berkembang bersama kemajuan teknologi dunia.  Jaman dulu adalah hal yang mustahil untuk dapat berkomunikasi oleh orang di area yang jauh. Tetapi jika kita mencoba melihat saat ini, itu adalah hal yang sangat mudah terjadi selama adanya sambungan jaringan dan media teknologi informasi sebagai pendukungnya. Jika komunikasi saat ini sudah tercipta secara virtual dan online, bukanlah hal yang mustahil untuk pekerjaan menjadi virtual dan online pula.
Dari analisa diatas, itu adalah hal yang unreasonable bagi seseorang yang sedang melamar pekerjaan dan tidak diterima atau tidak percaya diri dikarenakan faktor usia.
In a world where millions of developers with the same skillsets are available via the internet, the idea that youth alone has value is simply dumb.” ̶ Colin Dixon

Banyak sekali pekerjaan yang sudah tersebar secara online dari berbagai belahan dunia yang dapat diisi bagi para pelamar tua ini. Terdapat keuntungan yang didapat jika melakukan pekerjaan secara online ketimbang melamar disuatu perusahaan.
1.      Lebih memiliki waktu yang fleksibel antara bercengkrama dengan anggota keluarga dan mengurus pekerjaannya.
2.      Lebih baik untuk kesehatan bagi pelamar di atas 40 tahun karena menurunnya kecenderungan resiko jika bekerja di lingkungan eksternal.
3.      Lebih memiliki beragam gaji yang dapat disesuaikan dengan dirinya sendiri.
4.      Memperluas jaringan kolega bisnis yang dapat berasal dari belahan dunia mana saja, dan lain-lain.
Dengan solusi ini, diharapkan terbukanya peluang dan harapan bagi pelamar yang berusia diatas 40 tahun untuk tidak hanya sekedar mencari penghasilan tetapi juga dapat menyalurkan passion-nya di bidang yang diinginkan.

3.      Ubah citra diri
Stereotype yang mengatakan bahwa seorang yang berusia diatas 40 tahun tidak lagi produktif dan memiliki kemampuan yang terbaru adalah suatu kesalahan karena faktanya terdapat beberapa kelebihan yang dimiliki para pelamar di usia 40 tahun keatas khususnya dibidang IT, diantaranya;
1.      Gagasan bahwa programmer lebih tua terhambat oleh keahlian mereka yang tidak relevan adalah hal yang dapat dikoreksi, misalnya masalah yang dapat terjadi bagi para developer muda. Jika seorang perekrut  menginginkan seorang flash programmer, itu adalah hal yang mudah untuk menemukan seseorang yang cocok di kalangan programmer muda.
Tetapi, apa yang terjadi Jika perekrut ingin seseoranng yang memiliki enterprise database dan network skills? Atau bahkan seseorang dengan track record di bidang commercial product development? Pada situasi ini, perekrut akan memiliki kesulitan dalam mencari bakal calon karyawannya di kalangan programmer muda. Berbeda jika perekrut mencari pelamar dari kalangan programmer tua yang tentunya akan lebih mudah dikarenakan programmer tua cenderung memiliki banyak pengalaman sukses serta gagal pada bidang tersebut.
Peran pelamar diatas 40 tahun keatas sangat berarti bagi para pencari karyawan selama para pelamar ini memang memiliki qualified skills. Keahlian yang berkualifikasi disini berarti seorang pelamar tersebut menyebutkan keahlian dan pengalaman mereka yang relevan dengan pekerjaan yang ditawarkan dan tentunya keahlian tersebut diikuti dengan perkembangan jaman dan tidak out of date.

“Look at the case of Grace Hopper. She continued to work with programming until her death at 85. I remember seeing a 60 minutes special on her many years ago, she was a fascinating person. If you have a passion for doing something, then age is not a factor. For what it's worth, I'm over 50 and see no reason to stop doing what I enjoy. There is still always a lot to learn and I enjoy that.” ̶ Bill
5.     KESIMPULAN DAN SARAN
Diskriminasi dalam dunia kerja sudah tidak lagi jadi hal yang tabu saat ini, terutama di pekerjaan yang bergerak dibidang teknologi  informasi. Ada beberapa factor yang menyebabkan diskriminasi itu timbul, yaitu mekanisme pertahanan psikologi(projection), kekecewaan, rasa tidak selamat dan rendah diri, sejarah, persaingan dan eksploitasi, dan corak sosialiasi. Permasalahan yang sering muncul ketika diskriminasi dalam pekerjaan yaitu diskriminasi gender dan umur. Ketidaksetaran gender antara wanita dengan laki-laki dalam dunia kerja masih menjadi faktor yang cukup mempengaruhi, juga dari umur. Perusahaan beranggapan bahwa seorang pekerja yang berumur 40 tahun atau lebih sudah melewati batas usia produktif, Namun yang pada kenyataannya bisa saja berbanding terbalik. Diskriminasi bisa kita hindari dengan meningkatkan kapabilitas kita sebagai sdm untuk dapat mampu terus bersaing dengan perkembangan jaman. Dengan kita mempelajari teknologi ataupun skill yang terbaru bisa memberikan suatu value kepada diri kita sendiri. Sehingga kemampuan yang kita miliki tidak hanya berputar di satu tempat saja.


6.     REFERENSI
Referensi Buku:
Tim CBDC 2014. (2014). CB: Professional Development. Jakarta

Referensi Website:
Age Discrimination: A Problem in IT Hiring?. 2004. Didapatkan dari http://www.jobfairy.com/articles01/AgeDiscriminationAProblem.html
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-02-00355-JP%20Bab%202.pdf

Referensi artikel ilmiah/ jurnal:

Kuncoro, Joko. 2007. “Prasangka dan Diskriminasi”. Vol 2 No. 2. http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/proyeksi/article/view/236, 28 Oktober 2015